BAB 12
PLANNING IMPLEMENTATION
(PERENCANAAN IMPLEMENTASI)
Model-model
yang ditampilkan pada Bab 11 menyediakan kerangka pemikiran untuk menilai
apakah implementasi/pelaksanaan telah terjadi. Prosedur dan strategi yang
disarankan pada tiap model menyediakan sebuah fokus bagi pelaksanaan kegiatan
dan informasi pertemuan. Dalam hal memutuskan model yang paling sesuai dan
untuk mengajukannya menjadi pelaksanaan nyata, sebuah rencana harus
dikembangkan. Perencanaan yang buruk sering kali merupakan penyebab utama
kegagalan menuju perubahan. Pada bab ini, kami memberikan garis besar komponen
utama dari sebuah rencana pelaksanaan. Rencana ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi potensi kesulitan-kesulitan dan untuk menangani
masalah-masalah, karena bahkan antisipasi yang paling serius tidak mungkin
mengidentifikasi semua kesulitan yang ditemui.
Ada tujuh (7) komponen utama dari
perencanaan implementasi :
1. Sebuah
studi/pembelajaran program yang baru
2. Identifikasi
sumber-sumber
3. Defenisi
peran
4. Perkembangan
profesional
5. Urutan
Waktu
6. Sistem
komunikasi
7. Pemantauan
implementasi/pelaksanaan
RINTANGAN/HALANGAN TERHADAP IMPLEMENTASI (PELAKSANAAN)
Ketika implementasi dianggap
sebagai sebuah peristiwa, daripada sebuah proses, diasumsikan kehadiran hasil
sebuah program baru dalam penggunaannya. Akan tetapi, riset telah menunjukkan, tidak semua inovasi benar-benar diterapkan.
Berman dan McLaughlin (1975)n melaporkan tingkat keberhasilan yang relatif
rendah dengan berbagai pelaksanaan dari program Title dan program Right-to read
yang disponsori oleh negara . Meskipun Crandall dan rekan-rekannya (1982)
melaporkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi pada studi mereka yang
berjudul Dissemination Efforts Supporting School Improvement (DESSI), mereka
juga melaporkan berbagai tingkatan keberhasilan dan beberapa kegagalan.
Diantara perkembangan sebuah program baru dan penggunaannya didalam ruangan
kelas, interaksi yang kompleks antara manusia, inovasi dan organisasi dapat
menghasilkan penghalang yang menghambat atau bahkan menghambat proses
implementasi.
Potensi hambatan dapat mulai
muncul ketika para guru, admnistrator, dan pekerja kurikulum diperkenalkan
kepada program baru. Model Concerns-Based Adoption yang didiskusikan pada Bab
11 mengidentifikasikan sejumlah kekhawatiran yang dimiliki orang-orang
berkaitan dengan sebuah program baru :
1. Keyakinan
berakar dalam metaorientasi tertentu tentang tujuan dan dampak dari kurikulum
2. Peran
harapan
3. Tanggung
jawab
4. Keahlian
yang dibutuhkan
5. Proses
implementasi
Pertanyaan dan kekhawatiran yang
tidak cukup diatasi dapat menjadi penghalang bagi pendiri implementasi.
Fullan dan park (1981) telah
mengidentifikasi 12 faktor yang mempengaruhi sebuah implementasi (lihat tabel
12.1). faktor-faktor ini membatasi atau memudahkan penggunaan sebuah program
baru. Fullan dan Park mengindikasikan bahwa perencanaan yang cermat dari
implementasi adalah penting untuk mencegah potensi penghalang. Diskusi antara
guru-guru, administrator dan pekerja kurikulum selama masa perencanaan dapat
memperjelas issue dan mengenali solusi.
Fullan (1982) menunjukkan sebuah
alasan mengapa perencanaan untuk perubahan sering gagal :
Satu dari alasan dasar mengapa
perencanaan gagal adalah karena perencana atau pembuat keputusan perubahan
adalah tidak menyadari situasi yang dihadapi pelaksana potensial. Mereka
memperkenalkan perubahan tanpa menyediakan sarana untuk mengenali dan
menghadapi kendala situasional, dan tanpa mencoba untuk memahami nilai-nilai,
ide-ide, dan pengalaman dari orang-orang yang sangat penting untuk menerapkan
perubahan.
TABEL 12.1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI
A. Karakteristik
dari inovasi atau revisi
1.
Kebutuhan untuk perubahan
2.
Kejelasan, kompleksitas perubahan
3.
Kualitas dan ketersediaan bahan
B. Karakteristik
pada tingkat sistem sekolah
4.
Sejarah dari upaya inovatif
5.
Harapan dan pelatihan bagi kepala sekolah
6.
Masukan guru dan perkembangan profesional
(layanan, bantuan teknis)
7.
Dukungan dewan dan masyarakat
8.
Jadwal dan pemantauan
9.
Kelebihan
C. Karakteristik
pada tingkat sekolah
10.
Tindakan kepala sekolah
11.
Guru/ hubungan guru dan tindakan
D. Faktor
eksternal untuk sistem sekolah
12.
Peran dari Menteri Pendidikan dan agen
pendidikan lainnya
Dari Fullan, M., dan park, P.
Curriculum implementation : A Resource booklet. Toronto : ontario ministry of
education, 1981, halaman 14. Dicetak ulang dengan ijin.
Untuk membantu memastikan bahwa
penghalang situasional telah dihindari, dibutuhkan perencanaan untuk peran yang berbeda. Klarifikasi dari tanggungjawab
guru, administrator dan pekerja kurikulum dapat memfasilitasi saling
ketergantungan dari mereka yang terlibat dalam implementasi. Hal ini juga
membantu mengklarifikasi pengharapan guru terhadap kepala sekolah dan pekerja
kurikulum. Misalnya, guru harus mengetahui siapa yang akan menyediakan bantuan
layanan.
Penghalang lain dapat terjadi
jika keterampilan dan sumber yang tepat tidak tersedia. Keterampilan ini
berhubungan terhadap baik guru (contohnya metode mengajar yang baru) dan kepala
sekolah (misalnya keterampilan kepemimpinan kurikulum). Pengembangan
profesional dan perencanaan pembiayaan adalah penting.
Komunikasi bisa menjadi rintangan
yang lain. Pada Dow dan Whitehead’s (1981), kesimpulan dari halangan yang
paling umum yang diidentifikasi oleh guru, kepala sekolah, dan konsultan,
komunikasi ada di urutan yang tinggi pada semua daftar. Keberadaan dari sebuah
sistem komunikasi yang efektif tidak dapat dijamin pada sebuah organisasi.
Ketika seorang guru memiliki sebuah masalah, dia harus mengetahui kepada siapa
dia menceritakannya. Demikian pula, jika sebuah revisi dibutuhkan untuk sebuah
program baru, diperlukan jalur komunikasi yang jelas. Ketentuan untuk interaksi
dari tiap orang yang terlibat adalah vital bagi proses implementasi. Tekanan
pada interaksi dan komunikasi adalah sesuai dengan perspektif yang saling
ketergantungan.
Karakter tertentu dari organisasi
juga seharusnya diuji untuk halangan yang potensial. Sebuah perubahan dalam
kurikulum mungkin memerlukan perubahan-perubahan pada organisasi itu sendiri
(misalnya perubahan roster/jadwal, atau penambahan personel). Shipman (1973),
melaporkan tentang hubungan antara organisasi sekolah dan ketetapan perubahan,
menunjukkan kebutuhan sebuah organisasi untuk tetap fleksibel. Pertimbangan
penting lainnya selama implementasi adalah hubungan organisasi diantara anggota
staff (misalnya, posisi tanggungjawab, lamanya waktu staff, dsb).
Sebagai kesimpulan, formasi dari
sebuah perencanaan implementasi membutuhkan sebuah penelitian yang cermat dari
kedua inovasi yang diusulkan dan banyak aspek dari struktur organisasi yang
ada, termasuk peran yang dijalankan orang-orang. Saat perencanaan berkembang,
hal itu juga harus diuji untuk halangan yang potensial. Pada bentuk yang
terakhir, perencanaan harus mengantisipasi masalah-masalah dan menawarkan
alternatif solusi. Untuk mencapai hal ini, perencanaan harus mengikutsertakan
guru-guru dan terutama memenuhi kebutuhan mereka.
KOMPONEN DARI SEBUAH PERENCANAAN IMPLEMENTASI
Perencanaan implementasi
bervariasi pada sistem sekolah yang berbeda, tergantung pada struktur
organisasi mereka (misalnya jumlah personel supervisor, ketersediaan konsultan
program, sifat prosedur kurikulum yang ditetapkan, dsb) dan lingkup yang
dimaksudkan (misalnya, apakah rencana itu untuk melayani seluruh sistem
sekolah, sebuah keluarga sekolah, atau sebuah sekolah tunggal).
Sebuah perencanaan implementasi
seharusnya didasarkan pada perencanaan kurikulum jangka panjang yang
mencantumkan program yang akan direview, direvisi atau dilaksanakan melebihi
periode waktu (kami telah menemukan lima tahun sebagai periode waktu yang
umum). Perencanaan jangka panjang digunakan untuk menghindari tumpang tindih
dan untuk mempercepat aktivitas kurikulum dalam satu distrik. Sekarang kita
beralih kepada komponen perencanaan.
A.
Studi
dari program baru
Perencanaan
awal bagi implementasi membutuhkan sebuah studi dari program baru bagi
kemungkinan sumber hambatan. Studi ini mengambil dapat mengambil tempat pada
tingkat distrik dan dapat dilakukan oleh komite perencanaan pendahuluan dari
sebuah program baru, atau dapat mengambil tempat di tingkat sekolah. Salah satu
faktor yang membutuhkan pertimbangan awal
adalah apakah asal dari program ini adalah internal atau eksternal
terhadap sistem.
Sebuah
perubahan yang dihasilkan secara internal dapat berasal dari kebutuhan yang
diidentifikasi secara lokal bagi revisi program. Pada situasi ini, perubahan
mungkin akan diterima lebih luas, karena hal ini merupakan sebuah respon
terhadap kebutuhan yang diidentifikasi oleh guru dalam sistem. Implementasi
dari jenis perubahan ini, yang dapat diantisipasi oleh staff dapat mengurangi
jumlah aktivitas preimplementasi. Ketika sebuah perubahan dikenakan dari sumber
eksternal, sebuah situasi yang berbeda timbul. Penerbitan pedoman/panduan
kurikulum baru oleh sebuah negara atau departemen pendidikan propinsi
membutuhkan studi pendahuluan untuk menentukan dengan tepat apakah perubahan
itu berarti bagi sistem lokal/setempat. Sebuah perencanaan implementasi harus
mengidentifikasi siapa yang akan menerjemaahkan pedoman ke dalam praktek
ruangan kelas. Hal ini juga penting
untuk menentukan perbedaan-perbedaan antara praktek nyata di sekolah dan
praktek yang disebutkan oleh pedoman yang baru.
Adalah penting
untuk memeriksa program baru tersebut untuk mengidentifikasi dampak spesifik
yang diantisipasi. Kebutuhan untuk perubahan, seperti yang dirasakan oleh guru,
konsultan dan kepala sekolah, akan menentukan tingkat komitmen bagi proses implementasi dan jumlah
tenaga yang dibutuhkan bagi aktivitas implementasi. Sebuah strategi harus
dikembangkan untuk memperoleh pandangan dari personil yang akan terlibat dalam
perubahan tersebut, untuk memastikan rencana implementasi yang mencerminkan
keprihatinan nyata dari personil sekolah.
Studi dari
sebuah perubahan juga seharusnya mengidentifikasi dampak potensial atas
keyakinan, metodologi dan sumber-sumber guru. Jenis analisis ini dfasilitasi
jika tujuan dari inovasi dinyatakan dengan jelas. Staff sekolah dapat didorong
untuk mempelajari dasar pemikiran dari sebuah program dan mendiskusikan
persepsi/pandangan mereka tentang metodologi apa yang seharusnya digunakan dan
sumber-sumber apa yang akan diperlukan. Tujuan yang jelas memungkinkan untuk
menguraikan dimensi-dimensi perubahan dan untuk mengidentifikasi perbedaan
diantara praktek nyata dan yang disebutkan oleh pedoman baru. Berdasarkan
informasi ini, perencanaan selanjutnya dapat dilakukan.
Adalah penting
untuk memeriksa kedua perubahan baik perubahan eksplisit dan implisit yang akan
ditimbulkan dari sebuah inovasi. Jika sebuah program menyiratkan banyak
perubahan dalam apa yang akan diajarkan guru atau bagaimana mereka akan
mengajar, perubahan besar dapat diantisipasi di sekolah dan lingkungan
sosialnya, sedangkan sebuah program yang sama dengan praktek nyata hanya akan
menghasilkan perubahan kecil. Tingkatan dari perubahan dapat bervariasi dari
sekolah ke sekolah. Tiap-tiap staff seharusnya didorong untuk melakukan
pemeriksaan diri sendiri ; diwaktu yang sama, sebuah komite sentral dapat
mengambil informasi yang dihasilkan dari sekolah-sekolah dan menggabungkannya
menjadi sebuah strategi untuk implementasi daerah distrik.
Sebagai
contoh, sebuah sistem di sekolah tempat penulis bekerja memutuskan untuk
mengembangkan a sebuah kerangka yang baru bagi program membaca pada kelas satu
hingga kelas tiga. Perbedaan utama pada program yang direvisi adalah dibutuhkan
sebuah tingkatan yang lebih besar dari keterampilan khusus untuk membaca sandi
kata dan pemahaman bacaan. Program yang lama telah jelas dan terbuka untuk
interpretasi yang lebih luas.
Pada situasi
ini, rencana implementasi menekankan bagaimana program baru dapat digunakan untuk
perencanaan pelajaran, serta yang mana sumber daya akan sangat berguna bagi
pengajaran keterampilan spesifik. Karena para guru telah berada dalam
kesepakatan umum dengan posisi dasar program (berorientasi transmisi dengan
beberapa pengaruh perkembangan), tidak perlu untuk merencanakan sesi yang
direncanakan untuk menjelaskan dasar pemikiran program (orientasinya)atau
metodologi pengajaran.
Di sisi lain,
sistem sekolah yang lain merubah orientasi dasarnya ketika sekolah itu
mengembangkan sebuah program sosial sekolah. Sebuah program sekolah dasar yang
tua yang berfokus pada konten faktual sejarah dan geografi, mencerminkan
prosisi transmisi. Setiap guru telah mengklaim topik tertentu (misalnya kelas
tiga guru mengajarkan tentang orang Eskimo dan kelas lima guru mengajarkan
tentang bangsa Viking). Buku pelajaran dan sumber-sumber lain diarahkan kepada tingkatan kelas dan topik.
Komite kurikulum mengembangkan sebuah program baru yang menempatkan penekanan
yang lebih besar pada kemampuan berpikir, mencerminkan pergesaran pada posisi
transaksi.
Karena
membutuhkan sejumlah perubahan dasar pada guru-guru, mereka harus memeriksa
keyakinan mereka tentang program studi sosial yang baru. Bagi banyak orang,
diperlukan penyesuaian pada apa yang mereka percayai dan bagaimana mereka telah
diajarkan. Metode untuk mengevaluasi pencapaian siswa, dan sumber-sumber
kurikulum, adalah dua faktor lain yang harus diperiksa oleh guru. Sebuah rencana implementasi yang tidak
membahas semua faktor ini dan tidak memberikan waktu yang cukup bagi mereka
untuk dimasukkan ke dalam praktek yang baru akan menjamin ketidakpuasan yang
berkelanjutan dan tidak adanya penggunaan nyata dari program baru ini.
Meskipun
contoh sebelumnya menggambarkan inovasi kurikulum dikembangkan pada tingkat
lokal, itu sama pentingnya dengan memeriksa perubahan yang diajukan pada
tingkat negara atau provinsi. Pada tingkat ini pedoman kurikulum dikembangkan
untuk memberikan arahan yuridiksi sekolah lokal untuk meramalkan capaian
perubahan yang jauh. Apa yang tercermin oleh pedoman kurikulum yang dikeluarkan
oleh departemen pendidikan – keinginan masyarakat atau pemikiran terbaru dari
akademisi – tidak selalu jelas. Karena pedoman-pedoman ini mencerminkan basis
sosial yang lebih luas dan mempengaruhi audiens yang lebih luas (seluruh negara
atau provinsi dibandingkan sebuah sistem sekolah tunggal) rencana implementasi
lebih kompleks. Para orangtua dan kelompok kepentingan lainnya dalam masyarakat
lebih cenderung mengekspresikan keprihatinan mereka dengan inovasi yang telah
menerima liputan media yang luas terutama ketika mereka mengganggap hal itu
sebagai awal yang radikal dari apa yang dilakukan oleh sekolah.
Meskipun ada
tanggung jawab yang tersirat bagi tingkat pemerintahan yang lebih tinggi untuk
membantu dalam pelaksanaan tugas tersebut, dewan sekolah dan setiap sekolah
masih perlu untuk memastikan bahwa rencana mereka sendiri memenuhi kebutuhan
kelompok kepentingan lokal. Anggota dewan, harus bertanggungjawab untuk
kesesuaian antara kepentingan masyarakat dan program lokal. Pedoman yang baru
harus terdiri dari perubahan pada orientasi kurikulum, pertanyaan dari
interpretasi lokal mengasumsikan sebuah kepentingan yang lebih besar.
Di awal tahun
1970-an, Departemen Pendidikan Ontario memperkenalkan sebuah pedoman bagi
sekolah dasar di provinsi tersebut. Sebelum pedoman baru tersebut, harapan baik
bagi sekolah maupun guru-guru bagi setiap mata pelajaran dijelaskan secara
khusus. Pedoman baru berjudul “the formatif years” (Tahun-Tahun Formatif) mencerminkan
karya Piaget dan pengembang lainnya, mengambil suatu pendekatan yang seluruhnya
berbeda bagi kedua organisasi dan pengiriman program di tingkat Sekolah dasar.
Pedoman yang sedang digunakan didasarkan pada posisi transaksi ; pedoman
provinsi yang baru yang mengasumsikan sebuah posisi transaksi, menekankan
proses kognitif dan kewarganegaraan demokratis. Para guru dan kepala sekolah
tidak yakin akan apa yang seharusnya diajarkan. Para orangtua juga bingung.
Sistem sekolah lokal ditugaskan untuk mengembangkan program berdasarkan pada
pedoman yang baru. Sepuluh tahun kemudian, banyak sistem sekolah masih bekerja
dalam melaksanakan Formative years. Para orang tua yang tidak terlalu senang
dengan dorongan yang baru, meminta untuk kembali kepada yang mendasar.
Pada semua
situasi sebelumnya, inovasi itu sendiri memberi petunjuk untuk apa yang bisa
diharapkan selama proses implementasi. Sebuah rencana implementasi harus
mencakup, sebagai langkah awal, studi tentang inovasi itu sendiri. Keseimbangan
rencana tergantung kepada analisis detilnya.
Identifikasi Sumber
Identifikasi
sumber meliputi tiga area, (1) sumber cetak dan audio-visual (misalnya buku
pelajaran, materi pengajaran), (2) sumber daya manusia (misalnya konsultan),
(3) sumber keuangan. Identifikasi melibatkan, memastikan baik ketersediaan dan
kualitas sumber.
Sebelum
melaksanakan sebuah program di ruangan kelas, para guru seharusnya diberikan
kesempatan untuk memeriksa bahan sumber dan membuat rekomendasi tentang
kesesuaian mereka. Ini memastikan bahwa
para guru telah mempelajari penerapan sumber daya untuk program baru. Kegiatan
ini juga menyiratkan bahwa aplikasi kelas lengkap dari program baru tidak akan
diharapkan sebelum bahan baru tersedia.
Pemilihan personel dukungan untuk guru secara cermat adalah area
lain dari identifikasi sumber. Kebutuhan khusus dari para guru harus
disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu-individu tertentu.
Sering, hal ini membutuhkan konsultan penempatan dari luar distrik sekolah.
Meskipun orang-orang tersebut dapat sangat membantu, McLaughlin dan Marsh
(1978) menunjukkan bahwa informasi yang dikumpulkan oleh Rand Change Agent
Study menunjukkan pentingnya memilih konsultan yang berkualitas tinggi :
“adalah lebih baik untuk proyek untuk
tidak menggunakan konsultan luar daripada menggunakan yang buruk – dan jauh
lebih baik daripada sering menggunakan yang buruk. Konsultan yang baik membantu
dengan menyediakan saran praktis yang nyata bagi guru proyek – menunjukkan
mereka bagaimana mengadaptasi metode proyek atau material kepada situasi mereka
sendiri. Konsultan yang baik membantu guru-guru dalam mempelajari bagaimana
memecahkan masalah oleh mereka sendiri, daripada memecahkan masalah bagi para
guru. Konsultan yang tidak efektif sering kali dilengkapi dengan saran yang
terlalu abstrak untuk digunakan” (hal. 78)
Biaya
implementasi mencakup harga dari buku pelajaran, materi pengajaran yang baru
dan biaya yang mungkin terkait dengan menggunakan jasa konsultan. Pengeluaran
dapat muncul dari kebutuhan untuk mengantarkan guru pada kegiatan pengembangan
profesional. Antisipasi dari semua biaya yang mungkin terjadi merupakan bagian
integral dari identifikasi sumber, komponen dari rencana implementasi.
Tujuan dari
komponen identifikasi sumber adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
khusus. Hal ini akan bervariasi dengan sifat program dan tingkatan perubahan.
Sebagai contohnya, sebuah program dengan orientasi transmisi mungkin melibatkan
penggabungan dari sebuah teks dan bahan ajar lainnya ke dalam ruangan kelas,
sambil memungkinkan metode pengajaran tetap sama, sedangkan sebuah program
dengan orientasi transaksi dapat memerlukan metodologi pengajaran yang baru dan
cara pengorganisasian ruangan kelas yang berbeda.
Defenisi Peran
Deskripsi
peran dapat membantu memastikan bahwa tugas-tugas penting untuk tidak
diabaikan. Sebagai contohnya, seseorang di kantor pusat mungkin ditugaskan
memesan buku pelajaran yang cukup atau sumber lain yang dibutuhkan. Kepala
sekolah mungkin diberi tugas untuk menyalurkan kuesioner tertentu mengenai
progres implementasi. Tanggungjawab yang lain, seperti koordinasi dari kegiatan
implementasi antara sekolah dan rencana profesional pengembangan aktivitas,
juga harus ditugaskan untuk individu tertentu.
Meskipun para
guru adalah pelaksana yang sebenarnya dari sebuah program, peran kepala
sekolah, konsultan dan pengawas sebagai bantuan kepada guru adalah sama
pentingnya. Studi DESSI menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi dapat
tergantung banyak pada tanda-tanda yang jelas dari dukungan bagi program yang
baru yang diberikan oleh kepala sekolah dan pengawas, sebagai contohnya,
tindakan anggaran, komentar yang dibuat oleh publik dan kepentingan pribadi
yang ditunjukkan dalam kemajuan implementasi. Kepala sekolah yang sering
mendiskusikan implementasi dengan staff pada saat rapat, yang secara pribadi
berbicara dengan masing-masing guru tentang program baru dan membantu mereka
dalam memecahkan masalah-masalah menunjukkan keberhasilan yang lebih besar
dalam implementasi di sekolah mereka dibandingkan kepala sekolah yang tidak
terlibat dalam kegiatan ini. Para kepala sekolah juga dapat menunjukkan
dukungan melalui penggunaan jadwal dan faktor organisasi lainnya yang
memudahkan bagi guru-guru untuk bertemu dan mendiskusikan implementasi.
Peran para
guru sebagai implementor/pelaksana adalah kompleks. Di dalam ruangan kelas,
peran guru menjadi tetap relatif stabil seperti dalam implementasi dari program
yang berorientasi transmisi, atau hal itu meminta guru untuk lebih fleksibel
misalnya dalam iklim interaktif dari sebuah program transformasi ruang kelas.
Para guru juga saling mendukung satu sama lain pada implementasi diluar ruang
kelas. Diskusi diantara mereka sendiri dan berbgai masalah umum memberikan
dukungan psikologis bagi para guru saat mereka berusaha menggunakan program
baru. Untuk mencapai hal ini, para guru perlu tahu baik apa yang diharapkan
dari mereka dan apa yang mereka harapkan dari orang lain selama implementasi.
Jelas diuraikan, tanggungjawab bagi semua orang yang terlibat dapat membantu
dalam proses ini.
Pengembangan Profesional
Banyak kebutuhan pengembangan
profesional guru dari sebuah program baru yang akan menjelaskan komponen
perencanaan sebelumnya yang telah
selesai dikerjakan. Orientasi program itu akan memberikan indikasi awal tentang
pengembangan profesional secara alami yang memang dibutuhkan. Untuk program
yang berorientasi transmisi, Pengembangan profesional mungkin saja menjadi
pusat pada pengorganisasian konten-konten yang baru. Para guru juga membutuhkan bahan-bahan untuk
membantu mereka seperti buku ajar. Untuk program yang berorientasi pada
transaksi, program ini memungkinkan para guru untuk membuat metode-metode baru
dalam pembelajaran. Pada program yang
bersifat orientasi, fokus dari pengembangan profesional adalah bagaimana
membantu guru untuk memahami hubungan antara program yang dibuat dengan sekolah
untuk mencapai tujuan.
Pada diskusi mereka tentang Hasil
Pertukaran Guru Rand’s Corporation, Mc Laughin dan Marsh (1978)
memberikan catatan mengenai pentingnya latihan dalam memberikan
pelayanan :
Perencana
lokal memiliki kebijaksanaan yang cukup besar dalam memilih pelaksanaan proyek
strategis…..Hal paling penting pada perencana-perencanaan lokal adalah bahwa
mereka dapat menentukan cara-cara bagaimana para staf sekolah akan dibantu
untuk memperoleh keterampilan baru dan informasi yang diperlukan untuk
pelaksanaan program sekolah. Strategi proyek yang memberikan pembelajaran baru
pada staf memiliki dua unsur yang saling melengkapi. (1) Kegiatan pelatihan
staf, (2) dukungan kegiatan pelatihan. Studi menunjukkan bahwa ada hubungan
baik antara kegiatan pelatihan dengan dukungan terhadap pelatihan yang
memberikan kebikan terhadap pelaksanaan proyek, peningkatan pengetahuan siswa,
memberikan perubahan kepada guru, dan meningkatkan kelanjutan dari metode dan
materi proyek. (hal:76)
Mc Laughin dan Marsh (1978) menunjukkan
bahwa tidak semua rincian spesifik dari program pengembangan profesional perlu
atau dapat direncanakan sebelum pelaksanaan dimulai.
Meskipun program
pelatihan staf sudah direncanakan dengan seksama tetapi tidak bisa langsung
dapat mengantisipasi sifat atau waktu persyaratan dari proyek tersebut,
khususnya ketika mereka menghubungkan masalah-masalah yang terdapat di dalam
kelas. Staf sering tidak bisa melihat apa yang mereka perlu tahu dalam
kebutuhan nantinya. Untuk kedua alasan, kebutuhan staf proyek tidak selalu
dapat diprediksi atau disinkronkan dengan sesi pelatihan yang dijadwalkan. (hal.
78)
Perencanaan yang detail dapat digunakan
untuk kegiatan awal, seperti pengenalan program baru untuk para guru, sedangkan
perencanaan yang kurang detail dapat dibuat untuk mengantisipasi kebutuhan yang
mngkin akan timbul di kemudian hari.
Penelitian telah menghasilkan beberapa
karakteristik dari program pengembangan yang efektif dan profesional. Ini disimpulkan oleh Burrello dan
Orbaugh (1982).
1. Dalam
pelayanan program pendidikan harus dirancang sehingga program diintegrasikan ke
dalam dan didukung oleh organisasi di mana mereka berfungsi.
2. Dalam
pelayanan program pendidikan harus didesain untuk menghasilkan program
kolaboratif.
3. Dalam
pelayanan program pendidikan harus didasarkan pada kebutuhan peserta.
4. Dalam
pelayanan program pendidikan harus responsif terhadap perubahan kebutuhan.
5. Dalam
pelayanan program pendidikan harus dapat diakses.
6. Dalam
pelayanan program pendidikan harus dievaluasi dari waktu ke waktu dan sesuai dengan
filosofi yang mendasari pendekatan tersebut. (hal 385-386)
Kebutuhan para guru, kepala sekolah dan pengguna kurikulum dapat
dijabarkan dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama, dimulai dengan perkenalan
program. Pada tahap ini, kebutuhan akan informasi sangat diperlukan agar
mengenal program yang akan diinovasikan.
Sebuah program baru yang tidak dipahami dan tidak diberi komitmen oleh
guru adalah malapetaka dan kegagalan.
Guru memerlukan waktu untuk menjelajahi konsekuensi dari program baru untuk
kelas mereka dan juga perlu untuk memeriksa efeknya pada gaya mengajar dan
orientasi mereka. Orientasi berubah secara perlahan-lahan. jika orientasi
program baru tidak sesuai dengan orientasi guru, maka benturan tidak bisa
dihindari. Lokakarya dan mengundang pembicara tamu tidak akan mengatasi masalah
ini. Kesempatan harus diberikan kepada guru untuk berinteraksi satu sama lain
mengenai perubahan program itu. Nilai klarifikasi, peningkatan kesadaran, dan
proses pengalaman kelompok dapat saling memfasilitasi.
Tahap kedua pada pengembangan program profesional, yaitu ketika program
baru digunakan di dalam kelas. Meliputi satu set yang berbeda dari kebutuhan. Pada
tahapan ini, pertanyaan yang mungkin muncul adalah kenapa tidak ada antisipasi
yang lebih awal terhadap masalah. Bantuan dalam pemecahan masalah, penjelasan
dan dukungan harus tersedia, Jika guru bertahan dalam kegiatan pelaksanaannya.
Pada poin ini, Pengembangan profesional sangat berkaitan kepada kebutuhan guru
secara pribadi.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi program pengembangan profesional
adala sistem sosial di dalam sekolah, hubungan sekolah dengan masyrakat, dan
gaya kepemimpinan kepala sekolah. Pada fase kedua ini, pada pelayanan program
harus secara fleksibel dan dapat mudah diterima.
Joyce, Hersh, dan McKibbon (1983, hal 139-142) mengidentifikasi lima
komponen dari progam pengembangan profesional :
1. Teori
presentasi.
2. Model
atau demonstrasi.
3. Praktik
dengan cara simulasi.
4. Struktur
umpan balik.
5. Pelatihan
untuk penerapan.
Meskipun masing-masing komponen membantu guru dalam mempelajari program
baru, efek dari masing-masing komponen berbeda-beda. Sebuah studi tentang teori
di balik program baru dapat meningkatkan tingkat kesadaran guru pada perubahan
dan membantu guru memahami dasar pemikiran program tersebut. Langkah awal ini
biasanya tidak mengakibatkan perubahan dalam praktek kelas, karena guru
memiliki kesempatan untuk mempelajari
keterampilan yang diperlukan.
Jika seorang guru mempunyai kesempatan untuk mempelajari keterampilan
yang diperlukan, proses memahami teori akan mudah untuk ditingkatkan. Ketika
keterampilan guru sudah memadai, maka guru sudah siap untuk melaksanakan
program. Teori dan dan pemodelan komponen dari rencana pelaksanaan akan
mengakibatkan terjadinya praktek kelas baru untuk beberapa guru. Tetapi, jika
keterampilan guru sudah lebih lengkap dan hal baru yang dibutuhkan guru adalah
program pengembangan profesional.
Jumlah guru yang mulai menggunakan program baru dapat ditingkatkan
dengan memberikan kesempatan kepada para guru
untuk mempraktikan keterampilan mereka perlukan dalam program tersebut.
Misalnya, praktik bisa sangat efektif jika diberikan secara simulasi, dimana
guru tidak harus berkonsentrasi pada efek dari kesalahan siswa mereka. Pembelajaran
dan tingkat keterampilan guru dapat ditingkatkan jika disediakan umpan balik
untuk membantu guru dalam mempelajari seberapa efektif ia dalam mengelola
aplikasi yang terdapat pada program baru itu.
Bahkan setelah mereka telah mempelajari teori, mengamati demonstrasi,
melatih keterampilan, dan menerima umpan balik, mungkin masih ada beberapa guru
yang tidak akan dapat menggunakan program baru di kelas mereka. Komponen
pelatihan ini dapat membantu para guru untuk menentukan bagaimana mengubah
praktik kelas mereka dalam melaksanakan program baru tersebut. Proses dua tahap
yang diaplikasikan pada lima komponen
rencana implementasi yang diterapkan menghasilkan sejumlah alternatif untuk
program pengembangan profesional jangka panjang. Penyajian teori, dan pemodelan
atau demonstrasi termasuk dalam tahapan satu, yang merupakan tahap di mana dibutuhkan
penjelasan, alasan, dan metodologi. Pada tahap ini, kebutuhan yang bersifat
umum, memungkinkan partisipasi dari khalayak yang lebih luas. Presentase dengan
mengundang pembicara tamu, pengembang kurikulum, dan workshop dalam skala yang
besar dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan profesional. Serangkaian
kegiatan dapat direncanakan, untuk menghindari berbagai penyajian informasi
yang sama kepada taf yang lain. Sekali saja informasi dasar dapat diterima dan
guru memiliki kesempatan untuk mempelajarinya, maka kemungkinan akan memberikan
dampak pada kelas mereka sendiri. Pada bidang pengembangan profesional dapat
dibagi-bagi menjadi beberapa unit. (misalnya : kerabat sekolah, individu sekolah,
atau kelompok guru). Kebutuhan spesifik kelompok lain yang terlibat dalam
perubahan juga dapat diatasi; misalnya, kepala sekolah dan konsultan dapat
diberi informasi yang mereka perlukan untuk memfasilitasi pelaksanaan program.
Tahap kedua dari program pengembangan profesional memerlukan teknik dan
lokasi yang berbeda dari yang digunakan dalam tahap satu. Komponen yang
terdapat pada tahap dua dari rencana pelaksanaan yaitu praktek, umpan balik,
dan pembinaan; ini adalah kegiatan individu yang diberikan kepada guru untuk
melaksanakan program baru tersebut. Pada tahap praktik, guru bisa saja
melakukan kesalahan dan tentunya itu tidak menjadi masalah berarti terhadap
penilaian siswa. Umpan balik yang mereka
terima pada saat menerapkan program baru memberikan guru informasi yang bisa
menjadikan refleksii untuk diri mereka dan mereka bisa merencanakan sesuatu di
kelas mereka sendiri pada masa yang akan datang. Kegiatan ini adalah yang
terbaik di sekolah.
Pembinaan lebih lanjut pada guru adalah dalam pelaksanaan program. Seorang
guru pembina atau petugas kurikulum akan bekerjasama dengan seorang guru kelas
(rekan) yang sedang melaksanakan program baru. Seorang guru pembina membantu
guru kelas untuk merencanakan penggunakan program baru pada kelas mereka dan
memerikan dukungan pada beberapa tahapan. Guru kelas menerima dukungan moral ketika
mencoba menggunakan teknik baru. Masalah yang dibahas adlah masalah yang mereka
temukan. Pada tahapan ini, guru kelas
juga mendapatkan seorang rekan yang memahami kesulitan dalam menjalankan
program. Sehingga para guru tidak merasa sendirian dalam upayanya untuk
menggunakan program baru.
Sebuah model yyang dikembangkan oleh Siller (1984) mengemukakan 5
proses pembinaan :
1. Analisis
: Analasis membantu pembina untuk memahami keadaan yang dialami guru di dalam
kelas mereka. Pembina juga memutuskan bagaimana guru merasakan program baru.
Pembina mengukur tingkat pengetahuan guru dalam merasakan program baru apakah
sebaik ketika guru menerimanya ketika masa pelatihan.
2. Observasi
1: Setelah analisis, Pembina mengunjungi kelas guru agar lebih merasakan
suasana kelas dan untuk melakukan observasi awal. Observasi ini difokuskan pada
materi yang sudah disepakati oleh pembina dan guru sebelum kunjungan ini.
Pembina paham dengan situasi yang sedang terjadi yang digambarkan oleh guru
ketika proses sedang berlangsung.
3. Perencanaan:
Perencanaan dimulai dengan mengembangkan apa yang disebut Seller dengan pandangan akhir, apakah guru kelas akan
menyukai program baru yang akan dilaksanakan. Yang termasuk pandangan akhir,
apa yang guru akan lakukan (metode pembelajaran), apa yang siswa akan lakukan
(pengalaman belajar) dan magteri apa yang akan digunakan. Pembina dan guru
harus memastikan bahwa mereka memilki tujuan akhir yang sama.
Celah antara situasi
yang sedang berlangsung dengan tujuan akhir harus teridentifikasi. Langkah yang
tepat diuraikan oleh guru kelas yang akhirnya dapat menghilangkan celah yang
ditemukan sebelumnya. Ini adalah
tanggung jawab guru kelas untuk
membangun langkah-langkah yang realistis. Pelatih bertindak sebagai penasihat
untuk memastikan bahwa aspek penting dari program baru tidak hilang sebagian.
Pembina juga berperan sebagai seorang pemecah masalah., menggambarkan
pengalamannya sebagai pelaku program baru untuk membantu guru mengatasi celah
dari suatu masalah.
Selama sesi
perencanaan, ketepatan waktu harus sesuai dengan urutan kejadian yang akan
dilaksanakan, sementara pembina dan guru melakukan kerja sama.
4. Observasi
2 : Ada dua pilihanyang tersedia pada observasi ini : 1) Guru dapat
mengobservasi pemmbina ketika dia sedang mengajarkan program, dengan
mengunjungi kelas yang diajar oleh pembina atau ikut ambil bagian ketika
pembina sedang mengajar. Atau 2) Pembina
dapat mengobservasi guru kelas ketika menreka sedang menjalankan program baru. Pembina
mengobservasi aspek teknik pelakasanaan oleh guru pada pelaksanaan program baru
atau materi lain yang sudag disepakati sebelumnya.
5. Umpan
balik: Pembina dan guru bertemu untuk mendiskusikan hasil observasi. Persepsi
mengenai apa yang didapatakan harus dibagi dan harus mempunyai alasan demi
kesuksesan atau kegagalan guru nantinya. Pada poin ini, Keputusan dibuat untuk
meneruskan pekerjaan pada langkah yang sedang dibahas atau untuk melanjutkan ke
langkah berikutnya yang diuraikan selama periode perencanaan.
Ketika
persetujuan didapatkan pada apa yang akan dilakukan nantinya, siklus ini
kembali kepada komponen tiga. Kriteria dibuat untuk perangkat tindakan yang
akan dilakukan dan akan diobservasi oleh pembina dan guru. Langkah ketiga
diikuti sampai dengan langkah kelima, diulangi sampai tujuan tercapai dan guru
mampu menggunakan program baru tersebut.
Sebagai mitra dalam
mengintegrasikan program baru ke dalam kelas, kelima langkah ini digunakan oleh
pembina dan guru untuk mengarahkan kegiatan mereka. Pembina membantu guru dalam
merencanakan penggunaan program baru atau memecahkan masalah; dia bisa
memberikan saran, tetapi guru yang memutuskan apakah akan mencoba dan bagiamana
melaksanakannya. Guru bertanggung jawab atas apa yang ia kerjakan dan agar
dapat beradaptasi pada kelas mereka.
Contoh berikut
ini akan memberikan ilustrasi penggunaan lima langkah proses pelatihan : Pada
sebuah proyek yang dilakukan oleh Seller, guru yang mengajar pada di kelastujuh
sampai kelas sepuluh, perubahan yang ditawarkan adalah siswa dikelompokkan
untuk mengikuti instruksi. Pemberian rangking itu dianggap terlalu membatasi.
Dua lokakarya menyajikan teori di balik prosedur yang memiliki alternatif kelompok.
Tujuan daru metode baru pengelompokkan, kriteria untuk mengumpulkan
kelompok-kelompok baru, dan sumber informasi untu kriteria disajikan dalam
bentuk panduan perencanaan. Alternatif-alternatif itu memberikan aturan kepada
gur dan siswa pada masing-masing kelompok untuk menunjukkan perencanaan mereka.
Pada lokakarya itu, para peserta
menerapkan pendekatan baru untuk keadaan mereka yang baru dan mendapatkan umpan
balik dari guru yang lain.
Setelah
lokakarya, guru merencanakan bagaiamana mereka menggunakan metode baru
pengelompokkan di kelas mereka sendiri. Pemimpin lokakarya, pada aturan pembina,
mengunjungi kelas ketika guru sedang menggunakan metode pengelopokkan baru
tersebut. Setelah kunjungan, pembina memberikan umpan balik pada guru pada saat
observasi dalam kunjungan itu.
Tanggapan guru
pada metode pengembangan profesional ini adalah positif, kekuatannya telah
diurai oleh guru, berikut uraiannya :
1. Praktik
dari lokakarya, yang ditujukan khusus untuk mereka.
2. Kesempatan
untuk bekerja dengan inovasi yang dikembangkan bersama rekan sejawat dan
bagaimana untuk melaksanakannya.
3. Dukungan
pembina di dalam kelas adalah ketika mereka mencoba untuk menemukan sesuatu
yang baru.
4. Umpan
balik yang tidak menghakimi dari pembina tentang observasi yang dibuat oleh
pembina di dalam kelas mereka sendiri.
Keuntungan tambahan adalah reaksi dari proses pembinaan oleh anggota
satf lain yag secara tidak langsung didapatkan melalui proyek ini. Ketika
mereka mengobservasi interaks antara pembina dan guru di sekolah, mereka mulai
menunjukkan ketertariikan untuk berpartisipasi pada proyek ini. Dengan
demikian, dari novasi ini akan lebih luas dari sekedar yang dirasakan oleh
komponen kelomkpok saja. Model Proses
Pembinaan Selller menunjukkan kemungkinan untuk menyampikan teori, demonstrasi,
praktik, umpan balik, dan pelatihan yang memberikan respon terhadap kebutuhan
para guru.
Timelines (Urutan waktu)
Pada
jadwal implementasi, atau disebut dengan timeline, menetapkan tujuan yang
memiliki tolok ukur pelaksanaan harus dapat dinilai. Waktu untuk pemeriksaan
materi kurikulum juga diperlukan. Untuk orang-orang yang merasa nyaman dengan
adanya perubahan, mencoba sesuatu yang baru dan merevisinya adalah sesuatu yang
diperlukan, dan untuk masuk ke dalam metodolgi pengajaran yang baru semua hal
harus dipersiapkan. Persayratan-persayaratan ini diidentifikasi
pada timeline dengan tanggal yang spesifik untuk pelaksanaan kegiatan (misal :
aktivitas pengembangan profesional)dan untuk laporan kemajuan sementara.
Sebagai contoh
: Jika program baru memiliki orientasi transmisi,laporan ini bisa mendiskusikan
jumlah unit yang akan diajarkan dan saran-saran untuk perubahan. Untuk program yang memiliki orientasi
transformasi, timeline dapat disesuaikan dengan tangga pertemuan untuk
mendiskusikan tanggapan guru terhadap metodolgi dan tingkat penerimaan siswa
terhdapa program baru. Pada pengalaman penulis, impelentasi menyeluruh dari
pelaksanaan program baru membutuhkan wwaktu sekitar tiga tahun atau lebih. Elemen waktu, lebih dari elemen lainnya,
membuktikan bahwa implemengtasi adalah sebuah proses bukan peristiwa.
Tujuan
lain dari timeline adalah bahwa hal itu memfasilitasi urutan yang tepat dari
peristiwa dan memungkinkan untuk alokasi waktu yang cukup untuk menyelesaikan
tugas yang diperlukan. Timeline memberikan peran eksplisit pada fungsi tertentu
yang harus diselesaikan. Fleksibilitas akan memungkinkan perubahan jika
diperlukan, tetapi waktu yang direncanakan dengan baik dapat memberikan
perlindungan terhadap tekanan administrasi untuk mempercepat proses
implementasi. Jadwal acara yang dibuat sesuai dengan pelaksanaan
program-program baru dapat membantu menghindari kelebihan beban yang disebabkan
oleh terlalu banyak inisiatif. Kehadiran satu proyek implementasi tidak akan
mungkin menyebabkan semua pekerjaan kurikulum lainnya ditunda, tapi timeline dapat
menunjukkan poin yang paling menguntungkan pada kegiatan yang berlangsung. (misal : pengembangan, evaluasi).
Perencanaan
timeline untuk sebuah pelaksanaan memerlukan analisis program baru yang cermat
dan kebutuhan para guru untuk mengimplementasikannya. Timeline akan sangat
efektif jika didiskusikan oleh semua kelompok yang ada. Perkiraan akurat
mengenai seberapa banyak kegiatan profesional berkembang akan dibutuhkan dan
alasan alasan waktu untuk setiap tahap pelaksanaan dapat diberikan oleh
guru yang melaksanakan program baru.
Sistem Komunikasi
Rand Change Agent Study (Berman and McLaughin,
1975) dan DESSI study (Cendall et all, 1982) mengindikasikan bahwa kunci
kesuksesan dalam implementasi adalah frekus=nsi diskusi tentang program baru
oleh para guru, kepala sekolah, dan pembuat kurikulum. Sistem komunikasi yang
baik memfasilitasi diskusi-diskusi ini dengan memberikan informasi tentang
program baru dan memberikan catatan ketika diskusi sedang dilaksanakan.
Informasi
yang diberikan dan kontak yang disediakan oleh sistem komunikasi dapat membantu
mengurangi perasaan terisolasi selama implementasi. Untuk para guru, kesempatan berbicara dengan
orang lain mengenai program baru dapat mengingatkan kembali bahwa mereka tidak
sendiri dalam impelementasi tersebut, masalah-masalah dan masukan dapat diterima
dan dibagikan. Dengan kepala sekolah dan pembuat kurikulum memberikan informasi
mengenai aktivitas di dalam kelas, sistem komunikasi dapat mengurangi perasaan
terisolasi para guru.
Sistem komunikasi
dapat memberikan dukungan kepada guru. Bantuan dari pihak lain dapat disusun
oleh kepala sekolah ketika seorang guru dianggap membutuhkan bantuan. Melalui
sistem komunikasi, profil tinggi dipertahankan untuk program baru. Hal ini dapat memberikan dukungan moril kepada
para guru. Juga pada profil ini, dikuatkan oleh program pengembangan
profesional, dapat memberikan penekanan pada komitmen pihak sekolah terhadap
inovasi.
Perencanaan
sistem komunikasi dimulai dengan mengidentifikasi informasi apa yang akan
diperlukan, siapa yang akan menggunakan informasi ini, dan kapan informasi akan
diperlukan. Guru perlu mengetahui mengenai rencana kegiatan pengembangan
profesional, menawarkan perubahan pada program yang sudah ada, dan meningkatkan
implementasi secara umum. Kepala sekolah dan pembuat kurikulum perlu mengetahui
mengenai masalah-masalah yang ditemukan oleh guru dan peningkatan umum pada
implementasi.
Sistem
komunikasi biasanya memiilki dua bagian. Satu bagian adalah sistem formal
terarah yaitu untuk memastikan bahwa informasi penting telah diterima oleh guru
dan komite pusat. Seperti petunjuk bagi setiap orang yang ingin menghubungi
untuk mendapatkan informasi yang spesifik. Hal lain yang lebih penting, bagian
lain dari sistem komunikasi adlah jaringan. Jaringan ini berisikan sekelompok
guru dan kepala sekolah dan atau pembuat kurikulum yang secara rutin bertukar
pengalaman., dari kelompok untuk memecahkan masalah, denga juga bertukar
informasi mengani implementasi program baru.
Pemantauan Pelaksanaan
Tujuan
dari pemantauan pelaksanaan adalah untuk mengumpulkan huubungan antara
implementasi dengan manfaat informasi untuk memfasilitasi dan mendukung
upaya-upaya guru. Aliran informasi
didukung oleh sistem komunikasi akan memberikan gambaran peningkatan. Melalui
pemantauan, kebutuhan dapat dibuat berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan untuk
mendukung pelaksanaan dan mengani kemungkinan untuk merubah program baru. Tingkat dari program baru telah
diimplentasikan dan juga menentukan proses pemantauan.
Perencanaan
implementasi termasuk didalamnya adalah menetapkan apa kebutuhan yang
diperlukan selama pelaksanaandan informasi apa yang akan dikumpulkan. Sebagai
contoh, untuk menentukan apakah perubahan diperlukan di dalam timeline,
informasi yang dibutuhkan mengenai tingkat program baru yang dilaksanakan di
runag kelas. Dengan cara yang sama, untuk membuat keputusan
mengenai kemungkinan perubahan di dalam program baru, informasi yang dibutuhkan
dari para guru adalah mengenai kesulitan yang mereka dapatkan pada pelaksanaan
dan program apa yang sesuai untuk kelas mereka. Untuk membuat keputusan mengenai layanan di
dalam kegiatan, perlu juga untuk mengetahui apa yang dibutuhkan telah
diidentifikasi oleh guru.
Model-model
untuk menata informasi tentang inovasi dan analisis mengenainya telah
dijelaskan pada Bab 11. Pengembangan komponen monitoring dari perencanaan
impelementasi adalah memutuskan model terbaik mana yang akan disajikan pada
program implementasi. Keputusan ini, dan keputusan mengenai bagaimana kebutuhan
infomasi monitoring dikumpulkan, akan diperlukan pada faktor-faktor yang
berbeda.
Faktor
pertama adalah perkenalan program baru. Sebuh program dengan orientasi
transmisi bisa dipantau. Pada bagian
yang lebih besar, melalui kuesioner guru mengenai kesesuaian isi dengan
tingkatan kelas. Bentuk penilaian
mengindikasikan kegunaan dan penerapan unit-unit individu juga diperlukan. Transaksi
atau transformasi orientasi program, dengan menitikberatkan organisasi kelas
dan suasana kelas., mungkin dibutuhkan observasi di dalam kelas, penilaian
pribadi pada penggunaan teknik yang spesifik atau belajarnya siswa untuk
mengukur tingkat implementasi. Peraturan menjelaskan bahwa impementasi akan
mengindikasikan siapa yang akan mengumpulkan informasi dan siapa yang akan
menganalisisnya. Sistem komunikasi akan
berbentu medium seirinhg dengan informasi yang dibutuhkan untuk hasil pemantauan
yang telah dikumpulkan dan didistribusikan. Meskipun monitoring merupakan
evaluasi formatif pelaksanaan, Meskipun monitoring merupakan evaluasi formatif
pelaksanaan, prosedur evaluasi yang lebih formal akan terjadi dalam
perkembangan selanjutnya, ini dibahas dalam bab berikutnya.
Komentar Kesimpulan
Sebuah rencana
impelementasi harus memfasilitasi interaksi antara guru, juga pihak yang
terlibat dalam program baru yang ditawarkan. Pada sudut pandang kami, tidak
realistis jika berharap bahwa sebuah program akan diimplementasikan secara
tepat sesuai dengan pembuat program
tersebut. Seperti kata Goodlad (1974). Penggunaan program yang
dilaksanakan terbatas pada perspektif guru. Dengan kata lain, rencana implementasi
harus menyediakan jembatan diantara pembuat kurikulum dengan guru sehingga guru
merupakan bagian dalam dari program baru sehingga tidak merasa terisolasi dari
kurikulum itu sendiri. Untuk membangun
jembatan itu, orang-orang yang berada dalam jajaran terdepan pembuat kurikulum
harus berinisiatif, seperti bagaiamana guru dapat merasakan dengan bebas
program baru tersebut.
Jika
pembuat kurikulum berasal dari posisi transmisi, kemudian ada kesempatan bagi
pemangku kepentingan, atau pada kenyataannya, bagi guru hanya untuk memainkan
sebagian peranan dalam pelaksanaan program baru. Posisi transmisi, ketika menerapkan
implementasi, tidak memiliki pengetahuan realita mengenai guru, bahkan mereka
beranggapan bahwa guru akan menjadi sebua alat dalam pengimplementasian program
baru.
Dari
posisi transaksi, adaptasi dapat saling terjadi. Guru dan pembuat kurikulum
dapat saling bertukar pandangan mengenai program baru. Yang memungkinkan untuk
merevisi kurikulum baru dan ini saling menguntungkan untuk sekolah.
Implementasi
dari sudut pandang transformasi lebih sulit lagi. Pada tingkat ini, pembuat kurikulum dan guru
berinteraksi dengan cara yang holistik, yaitu interaksi tidak hanya pada
tingkatan kognitif (melainkan pada tawaran posisi) tapi terjadi dalam sejumlah
dimensi yang saling terkait (emosional, aestetis/ketenangan, dan moral),
Perencanaan implementasi dari sudut pandang transformasional bahwa pembuat
kurikulum harus menyadari dimensi-dimensi ini sesuai dengan lingkungan sekolah.
Dengan demikian, sudut pandang
transformasi membutuhkan pembuat kurikulum yang menyadari mengenai
kompleksitasnya perubahan. Jika pmbuat
kurikulum dan guru dapat mengambil kompleksitas ini dalam satu
pertanggungjawaban, perubahan tidak akan bisa dibatasi, perubahan akan mencapai
puncaknya, tetapi tidak bisa digabungkan ke dalam kehidupan ruang kelas pada keadaan yang lebih lengkap.
Kami
menutup bab ini dengan sebuah bagan mengenai rangkuman bagaimana para pembuat
kurikulum dari masing-masing posisi akan mengembangkan rencana implementasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar