Paradigma pendidikan Indonesia saat ini adalah
ingin membangun manusia seutuhnya sehingga proses pendidikan mengarah pada
empat macam olah, yaitu: pertama potensi olah hati, kedua olah pikir, ketiga
olah rasa dan ke empat olah raga.(Ondi Saondi dan Aris Suherman, 2010). Ke
empat macam olah tersebut perlu diseimbangkan agar potensi anak didik dapat
keluar, dikembangkan dan dibentuk agar potensi tersebut dapat terwujud secara
utuh dalam bentuk karakter yang kuat.
Secara psikologis, perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkandalam empat kategori, yakni (1) olah hati (spiritual and emotional development); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development); dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang (Kemdiknas, 2010).
Sedangkan
Menurut Timothy Wibowo dari penelitian di berbagai belahan dunia yang
terus berkembang, hasil riset tentang tehnik penyerapan informasi ke otak
dibagi menjadi 5 tahap :
- Membaca
dengan prosentase penyerapan informasi 10%
- Mendengar
dengan prosentase penyerapan informasi 20%
- Mendengar
dan Melihat dengan prosentase penyerapan informasi 50%
- Mengatakan
dengan prosentase penyerapan informasi 70%
- Mengatakan
dan melakukan dengan prosentase penyerapan informasi 90%)
Dari
pendapat-pendapat tersebut di atas, kiranya akan sangat tepat jika untuk
mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh anak didik dalam mewujudkan karakter
yang baik digunakan dengan pendekatan atau pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi
pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut
digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara
siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi, dan manfaat penuh terhadap
belajar.
Pendekatan konstekstual
berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan
mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui,
mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target
penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih
diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan
strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan –
memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.
Trianto (2009)
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual yaitu: konstruktivisme, bertanya, inkuiri,
masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian autentik.
Menurut Fahmi Riadi
Pendidikan karakter masuk kelas, itu memang seharusnya. Lebih dari itu, ia juga
harus ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan yang pelaksanaannya baik
dilakukan secara spontan, terencana, maupun melalui keteladanan. Perlu diingat
kembali pepatah tersebut di atas, bahwa sumber perilaku itu adalah pikiran. Dari
mana pikiran itu tercipta, bisa melalui proses abstraksi dari apa yangdilihat, hubungan
pergaulan yang dirasa, dan pengetahuan yangdidengar dari
guru-guru.
Komalasari (2011)
mengidentifikasi karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran
yang menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experiencing),
konsep aplikasi, konsep kerjasama (cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulatif),
dan konsep penilaian autentik (autenthic assessmen).
Menurut Depdiknas(2010)
untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama,
yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya
(Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection),
dan penilaian yang sebenarnya (Authentic).
Dari pendapat di atas,
pelaksanaan pembelajaran kontekstual dapat berjalan dengan baik jika
dapat menerapkan komponen konstruktivisme(constructivism), konsep
keterkaitan termasuk bertanya, konsep pengalaman langsung inkuiri,
kerjasama/masyarakat belajar, aplikasi/pemodelan, pengaturan diri/refleksi dan
penilaian autentik.
Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya. Konstruktivistis
menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat
keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih
diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagaian waktu proses
belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Siswa tidak
sekedar duduk dan mendengarkan apa yang disampaikan guru, namun diarahkan untuk
dapat lebih aktif, kreatif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Dalam penerapan
konstruktivisme tersebut guru bertugas untuk memfasilitasi proses tersebut
dengan : menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan siswa
agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Dengan proses tersebut
sekaligus sebenarnya sudah mendorong siswa untuk dapat menerapkan konsep
keterkaitan.
Pembelajaran yang
menerapkan konsep keterkaitan (relating) adalah proses pembelajaran yang
memiliki keterkaitan relevansi dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada
diri siswa dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata siswa. Dalam
konsep ini diharapkan siswa dapat menerapkan keterkaitan materi pelajaran
dengan pengetahuan dan keterampilan sebelumnya, materi lain dalam matapelajaran
PKn, matapelajaran lain, konteks keluarga, pengalaman dunia nyata, kebutuhan
siswa, dan materi dari terbatas ke kompleks dan dari konkret ke abstrak. Dalam
penerapan konsep keterkaitan, penerapan bertanya merupakan strategi utama yang
berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi
siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahuinya. Sehingga dalam proses tersebut dapat membentuk pola pikir siswa
untuk memahami masalah, merangsang untuk bertanya serta
mendeskripsikan/merangkum dalam bentuk sebuah pertanyaan.
Dalam sebuah
pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : menggali
informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa,
mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah
diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru,
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan menyegarkan kembali
pengetahuan siswa. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual.
Kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi, (2) menggali
pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh
mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6)
memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa. Jadi dengan pemahaman dan respon siswa akan diketahui fokus
perhatian dan semangat siswa untuk dapat menerapkan konsep keterkaitan. Dalam
penerapan konsep ini siswa sekaligus dituntut untuk berpikir secara
komprehensip dalam arti bahwa setiap masalah selalu berkaitan dengan masalah
lain atau hal-hal lain.
Dalam proses menerapkan
konsep keterkaitan, diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan
mewujudkan karakter Rasa Ingin Tahu, Kerja Keras, Gemar Membaca,
Kreatif, Mandiri, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Religius, Jujur,
Toleransi, Disiplin, Demokratis, Cinta Damai, Peduli Lingkungan, Peduli
Sosial, dan Tanggung-jawab
Pembelajaran yang
menerapkan konsep pengalaman langsung adalah proses pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengonstruksi pengatahuan dengan cara
menemukan dan mengalami sendiri secara langsung. Inkuiri merupakan bagian inti
dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan yang diperoleh
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya memperoleh
teori-teori saja namun sekaligus juga dapat melihat teori tersebut dalam bentuk
fakta di lapangan.
Menemukan merupakan
bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual karena pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan(inquiry) merupakan
sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering),
penyimpulan (conclusion). Dalam konsep ini diharapkan siswa dapat
menerapkan konsep pengalaman langsung meliputi eksplorasi, penemuan,
investigasi, penemuan dan pemecahan masalah. Dengan menerapkan pengalaman
langsung, diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan
mewujudkan karakter Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu,
Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan,
Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
Proses pembelajaran
menerapkan konsep aplikasi adalah proses pembelajaran yang menekankan pada
penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi
dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan siswa. Dalam
konsep ini diharapkan siswa dapat menerapkan konsep aplikasi yang meliputi
penerapan materi yang telah dipelajri dalam lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, penerapan materi dalam memecahkan masalah, pembelajaran pelayanan
dan lain-lain. Dalam proses aplikasi ini tidak sekedar dapat dilakukan atau
ditularkan oleh guru namun dapat dilakukan oleh orang lain/sumber lain termasuk
siswa karena Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan
apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual,
guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa
dan juga mendatangkan dari luar.
Jika konsep ini bisa
dijalankan, diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan dan mewujudkan semua
karakter yang diharapkan yaitu Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja
Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan,
Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar
Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab
Pembelajaran yang
menerapkan kerjasama adalah pembelajaran yang mendorong kerjasama di santara
siswa, antara siswa dengan guru dan sumber belajar. Indikator
pembelajaran yang menerapkan kerjasama diharapkan siswa dapat kerja kelompok
dalam memecahkan masalah dan mengerjakana tugas, saling bertukar pikiran,
mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar semua siswa,
antara siswa dengan guru, siswa dengan nara sumber, dan menghormati perbedaan
gender, suku, ras, agama, status social ekonomi, budaya dan perspektif.
Konsep masyarakat
belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan
orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada poses komunikasi dua
arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Adanya komunikasi
yang multi arah bisa memacu anak atau peserta didik untuk lebih termorivasi
dalam mengeksplorasi potensi yang dimiliki. Dalam proses ini diharapkan siswa
dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan karakter Jujur,
Demokratis, Tanggung-jawab, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri,
Rasa Ingin Tahu, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar
Membaca, Peduli Lingkungan, dan Peduli Sosial.
Pembelajaran yang
menerapkan konsep pengaturan diri adalah pembelajaran yang mendorong siswa
untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri. Indikatornya siswa
dapat memiliki motovasi belajar sepanjang hayat, motivasi untuk mencari dan
menggunakan informasi dengan kesadaran sendiri, melaksanakan prinsip
trial-error, melakukan refleksi dan belajar mandiri.
Refleksi adalah cara
berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang
apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan
atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respons terhadap
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi merupakan
cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir
kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam
pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang
berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
Dalam proses ini
diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan karakter
Rasa Ingin Tahu, Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif,
Mandiri, Demokratis, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi,
Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan,
Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
Pembelajaran yang
menerapkan konsep Assesment autentik adalah pembelajaran yang mengukur,
memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (yang mencakup dalam domain
kognitif, afektif dan psikomotorik), baik yang Nampak sebagai hasil akhir suatu
proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan
perolehan belajar selama proses pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas.
Dengan demikian penilaian pembelajaran utuh menyeluruh dalam aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik, serta dalam keseluruhan tahapan proses
pembelajaran(di awal, tengah dan dia akhir).
Penilaian adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan
belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang
relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Dalam proses penilain ini diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan
mewujudkan karakter jujur, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras,
Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Menghargai Prestasi,
Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan,
Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar