Label

Selasa, 31 Maret 2015

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PERANNYA MEMBENTUK KARAKTER SISWA

Paradigma pendidikan Indonesia saat ini adalah ingin membangun manusia seutuhnya sehingga proses pendidikan mengarah pada empat macam olah, yaitu: pertama potensi olah hati, kedua olah pikir, ketiga olah rasa dan ke empat olah raga.(Ondi Saondi dan Aris Suherman, 2010). Ke empat macam olah tersebut perlu diseimbangkan agar potensi anak didik dapat keluar, dikembangkan dan dibentuk agar potensi tersebut dapat terwujud secara utuh dalam bentuk karakter yang kuat.
  
Secara psikologis, perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkandalam empat kategori, yakni (1) olah hati (spiritual and emotional development); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development); dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang (Kemdiknas, 2010).
 Sedangkan Menurut  Timothy Wibowo dari penelitian di berbagai belahan dunia yang terus berkembang, hasil riset tentang tehnik penyerapan informasi ke otak dibagi menjadi 5 tahap :
  1. Membaca dengan prosentase penyerapan informasi 10%
  2. Mendengar dengan prosentase penyerapan informasi 20%
  3. Mendengar dan Melihat dengan prosentase penyerapan informasi 50%
  4. Mengatakan dengan prosentase penyerapan informasi 70%
  5. Mengatakan dan melakukan dengan prosentase penyerapan informasi 90%) 
Dari pendapat-pendapat  tersebut di atas, kiranya akan sangat tepat jika untuk mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh anak didik dalam mewujudkan karakter yang baik digunakan dengan pendekatan atau pembelajaran kontekstual.
       Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi, dan manfaat penuh terhadap belajar.
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.
Trianto (2009) Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual  yaitu: konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian autentik.
Menurut Fahmi Riadi Pendidikan karakter masuk kelas, itu memang seharusnya. Lebih dari itu, ia juga harus ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan yang pelaksanaannya baik dilakukan secara spontan, terencana, maupun melalui keteladanan. Perlu diingat kembali pepatah tersebut di atas, bahwa sumber perilaku itu adalah pikiran. Dari mana pikiran itu tercipta, bisa melalui proses abstraksi dari apa yangdilihat, hubungan pergaulan yang dirasa, dan pengetahuan yangdidengar dari guru-guru. 
 Komalasari (2011) mengidentifikasi karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experiencing), konsep aplikasi, konsep kerjasama (cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulatif), dan konsep penilaian autentik (autenthic assessmen).
Menurut Depdiknas(2010) untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community),  pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). 
Dari pendapat di atas, pelaksanaan pembelajaran kontekstual  dapat berjalan dengan baik jika dapat menerapkan komponen konstruktivisme(constructivism), konsep keterkaitan termasuk bertanya, konsep pengalaman langsung inkuiri, kerjasama/masyarakat belajar, aplikasi/pemodelan, pengaturan diri/refleksi dan penilaian autentik.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya. Konstruktivistis menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar  lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagaian waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Siswa tidak sekedar duduk dan mendengarkan apa yang disampaikan guru, namun diarahkan untuk dapat lebih aktif, kreatif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Dalam penerapan konstruktivisme tersebut guru bertugas untuk memfasilitasi proses tersebut dengan : menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Dengan proses tersebut sekaligus sebenarnya sudah mendorong siswa untuk dapat menerapkan konsep keterkaitan.
Pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating) adalah proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan relevansi dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri siswa dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata siswa. Dalam konsep ini diharapkan siswa dapat menerapkan keterkaitan materi pelajaran dengan pengetahuan dan keterampilan sebelumnya, materi lain dalam matapelajaran PKn, matapelajaran lain, konteks keluarga, pengalaman dunia nyata, kebutuhan siswa, dan materi dari terbatas ke kompleks dan dari konkret ke abstrak. Dalam penerapan konsep keterkaitan, penerapan bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Sehingga dalam proses tersebut dapat membentuk pola pikir siswa untuk memahami masalah, merangsang untuk bertanya serta mendeskripsikan/merangkum dalam bentuk sebuah pertanyaan.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi, (2) menggali pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Jadi dengan pemahaman dan respon siswa akan diketahui fokus perhatian dan semangat siswa untuk dapat menerapkan konsep keterkaitan. Dalam penerapan konsep ini siswa sekaligus dituntut untuk berpikir secara komprehensip dalam arti bahwa setiap masalah selalu berkaitan dengan masalah lain atau hal-hal lain.
Dalam proses menerapkan konsep keterkaitan, diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan  karakter Rasa Ingin Tahu,  Kerja Keras, Gemar Membaca, Kreatif, Mandiri, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Demokratis, Cinta Damai,  Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab
Pembelajaran yang menerapkan konsep pengalaman langsung adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengonstruksi pengatahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara langsung. Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya memperoleh teori-teori saja namun sekaligus juga dapat melihat teori tersebut dalam bentuk fakta di lapangan.
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan(inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).  Dalam konsep ini diharapkan siswa dapat menerapkan konsep pengalaman langsung meliputi eksplorasi, penemuan, investigasi, penemuan dan pemecahan masalah.  Dengan menerapkan pengalaman langsung,  diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan  karakter Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu,  Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca,  Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
Proses pembelajaran menerapkan konsep aplikasi adalah proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan siswa. Dalam konsep ini diharapkan siswa dapat menerapkan konsep aplikasi yang meliputi penerapan materi yang telah dipelajri dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, penerapan materi dalam memecahkan masalah, pembelajaran pelayanan dan lain-lain. Dalam proses aplikasi ini tidak sekedar dapat dilakukan atau ditularkan oleh guru namun dapat dilakukan oleh orang lain/sumber lain termasuk siswa karena Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
Jika konsep ini bisa dijalankan, diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan dan mewujudkan semua karakter yang diharapkan yaitu Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca,  Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab
Pembelajaran yang menerapkan kerjasama adalah pembelajaran yang mendorong kerjasama di santara siswa, antara siswa dengan guru dan sumber belajar. Indikator  pembelajaran yang menerapkan kerjasama diharapkan siswa dapat kerja kelompok dalam memecahkan  masalah dan mengerjakana tugas, saling bertukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar semua siswa, antara siswa dengan guru, siswa dengan nara sumber, dan menghormati perbedaan gender, suku, ras, agama, status social ekonomi, budaya dan perspektif.
 Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada poses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain.  Adanya komunikasi yang multi arah bisa memacu anak atau peserta didik untuk lebih termorivasi dalam mengeksplorasi potensi yang dimiliki. Dalam proses ini diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan  karakter   Jujur, Demokratis, Tanggung-jawab, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Rasa Ingin Tahu, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca,  Peduli Lingkungan, dan Peduli Sosial.
Pembelajaran yang menerapkan konsep pengaturan diri adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri. Indikatornya siswa dapat memiliki motovasi belajar sepanjang hayat, motivasi untuk mencari dan menggunakan informasi dengan kesadaran sendiri, melaksanakan prinsip trial-error, melakukan refleksi dan belajar mandiri.
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
Dalam proses ini diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan  karakter Rasa Ingin Tahu, Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca,  Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
Pembelajaran yang menerapkan konsep Assesment autentik adalah pembelajaran yang mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (yang mencakup dalam domain kognitif, afektif dan psikomotorik), baik yang Nampak sebagai hasil akhir suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas. Dengan demikian penilaian pembelajaran utuh menyeluruh dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dalam keseluruhan tahapan proses pembelajaran(di awal, tengah dan dia akhir).
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. Dalam proses penilain ini diharapkan siswa dapat memahami, melaksanakan, dan mewujudkan  karakter jujur, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca,  Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar